JAKARTA – G-SPORTS.ID – Tanpa Ajax Amsterdam, dunia tidak akan mengenal Patrick Kluivert. Sebaliknya, tanpa Patrick Kluivert pula, Ajax Amsterdam tidak akan meraih gelar Liga (Piala) Champions 1994/1995.
Antara Patrick Kluivert dan Ajax Amsterdam memang memiliki keterkaitan yang erat dan itu terbentuk pada final Liga Champions, 24 Mei 1995 di Stadion Ernst Happel, Wina (Austria).
Patrick Kluivert masuk sebagai pemain pengganti pada menit ke-70 dalam final menghadapi AC Milan. Pelatih Ajax ketika itu, Louis van Gaal, menurunkan Patrick Kluivert menggantikan Jari Litmanen.
Hanya 15 menit kemudian, Patrick Kluivert berhasil mencetak gol ke gawang AC Milan.
Gol tersebut menjadi satu-satunya yang terjadi dalam final tersebut, sekaligus menentukan sukses Ajax Amsterdam juara Liga Champions 1994/1995.
Gol tersebut tidak spektakuler atau indah melainkan gol yang sederhana.
Namun, ada dua poin yang membuat gol tersebut memiliki nilai yang tinggi. Pertama tentu saja, gol tersebut bernilai karena itu satu-satunya gol dan menjadi penentu Ajax menjadi juara.
Poin lainnya, gol tersebut dicetak oleh pemain yang masih sangat muda dan terjadi di ajang Liga Champions.
Patrick Kluivert mencetak gol tersebut dalam usia 18 tahun, 327 hari.
Dengan usia itu pula, Patrick Kluivert tercatat sebagai pemain termuda yang mampu mencetak gol di final Liga Champions. Itu merupakan rekor dan masih belum terpatahkan hingga saat ini.
Kini, 30 tahun kemudian sejak gol tersebut, Patrick Kluivert datang ke Indonesia dan menjadi pelatih Timnas Garuda.
Patrick Kluivert membawa rekor tersebut sepanjang 30 tahun ini karena belum ada yang mampu memecahkan rekor miliknya di Liga Champions.
Belum ada pemain yang lebih muda daripada dirinya yang bisa mencetak gol di final Liga Champions.
Minggu (12/1/2025), Patrick Kluivert diperkenalkan sebagai pelatih baru Timnas Indonesia. Kehadirannya menggantikan posisi Shin Tae-yong yang dipecat.
Patrick Kluivert yang tiba sejak Sabtu (11/1/2025) malam WIB, datang ke Tanah Air Indonesia di tengah kontroversi antara mereka yang menyayangkan pemecatan Shin Tae-yong masih dengan setengah hati menerima kehadiran Patrick Kluivert, dan mereka yang euforia dengan kehadiran pelatih asal Belanda tersebut.
Meski demikian, semua kontroversi tersebut tampaknya bukan hal yang utama lagi. Bagaimana pun Patrick Kluivert sudah menjadi pelatih baru Timnas Indonesia.
Dan, di pundaknyalah kini harapan tentang Timnas Indonesia diletakkan. PSSI telah memperkenalkan Patrick Kluivert secara resmi pada Minggu (12/1/2025) malam WIB, di Hotel Mulia, Jakarta.
Seperti diberitakan sebelumnya, Patrick Kluivert mendapatkan kontrak dua tahun dari PSSI atau hingga 2027 nanti.
Lalu, siapakah Patrick Kluivert? Apa saja perjalanan kariernya di sepak bola dan apa yang telah diraihnya?
Berikut ini, G-Sports.id menampilkan kisah perjalanan karier pelatih berusia 48 tahun tersebut, yang dirangkum dari berbagai sumber:
Gol Penentu Gelar
Patrick Stephan Kluivert lahir di Amsterdam (Belanda), 1 Juli 1976 dari ayah bernama Kenneth Kluivert dan ibu bernama Ludwina.
Kenneth Kluivert memiliki darah Suriname sedangkan ibunya dari lahir di Curacao, sebuah pulau di wilayah Karibia yang pernah menjadi bagian dari Kerajaan Belanda.
Patrick Kluivert menarik perhatian pencari bakat Ajax ketika dirinya masih bermain di klub lokal, Schellingwoude. Patrick Kluivert kemudian masuk akademi sepak bola Ajax dalam usia 7 tahun.
Bukan kebetulan pula, Patrick Kluivert sejak sedari kecil mengagumi bintang Ajax, Marco van Basten.
“Ketika saya masih anak-anak saya menonton pertandingan di televisi dan Marco van Basten adalah idola saya,” kata Patrick Kluivert.
“Dia (Marco van Basten) mencetak banyak gol dan gaya bermainnya menarik perhatian saya. Saya juga seorang penyerang, jadi hal yang alamiah untuk belajar dari dirinya.”
Hingga kemudian Patrick Kluivert pun tumbuh. Ajax kemudian memiliki generasi emas seperti Edwin van der Sar, Edgar Davids, Clarence Seedorf, Mario Melchiot, dan tentu saja Patrick Kluivert.
Mereka barisan pemain muda yang ketika itu seusia dengan memiliki talenta yang besar.
Di bawah asuhan Louis van Gaal, Patrick Kluivert mendapatkan debutnya di tim senior Ajax. Momen itu terjadi pada 21 Agustus 1994 menghadapi Feyenoord.
Dalam deburnya itu pula, Patrick Kluivert menandainya dengan gol setelah memanfaatkan assist rekan setimnya, Finidi George.
Patrick Kluivert kemudian masuk tim senior Ajax dan tampil di sejumlah pertandingan. Namun, momen yang tidak terlupakan tentu saja golnya di final Liga Champions lawan AC Milan. Lois van Gaal menurunkannya menggantikan Jari Litmanen, dan Patrick Kluivert memperlihatkan bagaimana cara yang mudah dalam mencetak gol.
Patrick Kluivert pun menjadi perhatian, menarik perhatian sejumlah klub besar Eropa, termasuk AC Milan tentunya.
Kembali ke Amsterdam setelah malam final Liga Championship yang tak terlupakan, Patrick Kluivert disambit puluhan fans Ajax.
Termasuk orang tuanya yang memang menunggu di bandara. Namun, semua tidak berjalan selalu indah dalam awal-awal karier Patrick Kluivert.
Kecelakaan Fatal
Hanya empat bulan setelah momen emas di final Liga Champions, Patrick Kluivert terlibat dalam kecelakaan yang merenggut nyawa seorang pengemudi.
Pengemudi yang tewas tersebut bernama Marten Putman, seorang ayah dua anak yang berusia 56 tahun dan ironisnya merupakan fans Ajax.
Peristiwa ketika itu terjadi setelah Marten Putman meninggalkan rumahnya di Amsterdam setelah makan malam. Saat berputar balik, ketika itulah mobil BMW yang dikendarai Patrick Kluivert menghantap pintu mobil Marten Putman yang membuatnya tewas seketika.
“Mobil (Patrick Kluivert) datang sangat cepat, kami tidak pernah melihat sebeumnya. Yang membuat saya tenang, suami saya pergi tanpa rasa sakit dan rasa takut,” kata Hanny Putman, istri dari korban.
Hanny Putman yang juga berada dalam mobil suaminya mengalami luka-luka. “Patrick Kluivert mengirimi kami surat, tapi itu hanya surat sederhana, dengan bahasa seperti diarahkan oleh seseorang untuk menulisnya,” kata Hanny Putman lagi.
Dari hasil penyelidikan dan juga pengadilan, tidak ditemukan adanya alkohol dalam diri Patrick Kluivert ketika peristiwa kecekalaan itu terjadi.
Namun demikian, Patrick Kluivert dinyatakan bersalah karena mengendarai mobil di atas batas kecepatan di wilayah tersebut.
Patrick Kluivert dinyatakan bersalah karena menyebabkan hilangnya nyawa dan mengendarai dengan cara yang berbahaya. Dia mendapatkan sanksi 240 jam kerja sosial di pelayanan masyarakat sebagai hukumannya.
Peristiwa tersebut pun memengaruhi psikologis Patrick Kluivert yang memang masih muda.
“Sesuatu dalam diri saya hancur, saya tidak pernah lagi merasakan bahagia. Kenakan-kanakan dalam diri saya seperti mati.” Itulah kalimat Patrick Kluivert setelah pengadilan menjatuhkan hukuman bagi dirinya.
Selain merasakan kecamuk di dalam dirinya, Patrick Kluivert harus menghadapi teror teriakan-teriakan “pembunuh” dari fans lawan ketika tampil dalam laga tandang.
Patrick Kluivert harus berkompromi dengan situasi yang membuat dirinya terancam depresi dan itu menjadi situasi yang sangat sulit dalam kariernya.
Menghadapi Rasisme di AC Milan
Pada awal musim 1996/1997, Patrick Kluivert sudah bertekad untuk pindah ke AC Milan. Kecelakaan mobil dan cedera yang dialami pada musim sebelumnya membuatnya yakin dirinya membutuhkan awal yang baru.
Apalagi, ketika itu, sahabatnya yaitu Edgar Davids juga sudah bergabung ke AC Milan. Situasi itu pula yang membuatnya kemudian menolak tawaran kontrak baru dari Ajax.
Pada akhir musim, Patrick Kluivert resmi bergabung ke AC Milan dengan status bebas transfer. I Rossoneri melihat Patrick Kluivert dapat mengikuti jejak Marco van Basten.
Namun, di AC Milan situasinya tidak bagus pula untuk kariernya di mana dirinya menerima banyak perlakukan rasisme dari publik sepak bola Italia, khususnya dalam laga-lata tandang.
Hanya semusim di AC Milan, Patrick Kluivert bergabung ke Barcelona pada 1998/1999 di mana dirinya bertemu lagi dengan Louis van Gaal.
Di Blaugrana hingga 2003/2004, Patrick Kluivert total tampil dalam 257 laga dan mencetak 122 gol.
Dia sempat memberikan gelar La Liga pada musim pertamanya. Namun, itu menjadi satu-satunya gelar bersama Blaugrana.
Dari Italia, Spanyol, Patrick Kluivert kemudian bermain di Liga Inggris di klub Newcastle United pada 2004/2005.
Setiap musim kemudian tidak sama lagi. Bermain di Valencia (2005/2006), PSV Eindhoven (2006/2007) di mana dia meraih gelar Liga Belanda, dan kemudian Lille (2007-2008), sebelum akhirnya gantung sepatu.
Jalan Sulit sebagai Pelatih
Kariernya sebagai pelatih dimulai sebagai asisten di Brisbane Roar, Twente U-21, dan di Timnas Belanda. Kariernya di Twente U-21 pada 2011 dan 2012 pada kemudian hari membawanya kepada isu kontroversi judi online.
pada 2015 dia memulai kariernya sebagai pelatih kepala di negeri kelahiran ibunya, Curacao hingga 2016.
Upayanya sebagia pelatih di Timnas Curacao tidak sia-sia, karena tim tersebut berhasil lolos kualifikasi Piala Karibia 2017 dan Piala Emas CONCACAF 2017, di mana mereka akan berkompetisi untuk pertama kalinya dalam empat puluh tahun di bawah bimbingan Remko Bicentini dan Patrick Kluivert.
Pada Agustus 2018, Patrick Kluivert menjadi asisten Clarence Seedorf di Timnas Kamerun. Namun, ironisnya, keduanya justru tidak diperpanjang kontraknya pada Juli 2019.
Setelah meninggalkan Kamerun, Patrick Kluivert menjadi direktur akademi Barcelona. Meski demikian, kariernya di Blaugrana juga tidak lama karena manajemen Blaugrana kemudian mengumumkan tidak akan memperpanjang tugasnya saat kontraknya berakihr pada Juni 2021.
Pada Mei 2021, Patrick Kluivert kembali ke tim nasional Curaçao untuk sementara waktu untuk menggantikan Guus Hiddink yang ketika itu terkena Covid-19.
Pada 30 Juni 2023, Patrick Kluivert kemudian menangani klub asal Turki, Adana Demirspor dan mengontraknya untuk dua tahun. Meski demikian, pada 4 Desember 2023 pula, kedua pihak sepakat mengakhiri kontrak.
Dalam 20 laga menangani klub tersebut, Patrick Kluivert hanya membawa tim ini meraih 9 kemenangan, 6 kali imbang, dan mengalami 5 kekalahan dengan persentase kemenangan hanya 45 persen.
Setelah lebih dari satu tahun menganggur, Patrick Kluivert akhirnya kembali ke sepak bola. Dan, kesempatan itu datang dari Indonesia dengan target membawa Tim Garuda lolos ke putaran final Piala Dunia 2026. (Rakha Alkarimi/G-Sports.id)